Jumat, 16 Maret 2012

Renungan #44 : Cerita Benang Merah Takdir


Orang-orang China kuno, percaya pada “takdir,” dimana segala sesuatu yang belum diketahui dalam hidup sudah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa orang tidak boleh terlalu memaksa kehendaknya karena takut akan menciptakan karma. 

Pepatah China “Laki-laki Tua di Bawah Sinar Rembulan” dan “Benang Merah Mengikat Orang-orang yang Ditakdirkan” keduanya berasal dari perumpamaan kuno yang menggambarkan bagaimana peristiwa-peristiwa penting seperti perkawinan adalah sudah ditentukan sebelumnya.

Menurut cerita,  Wei Gu dari Dulin kehilangan orang tuanya ketika ia masih kecil. Ia ingin menikah lebih awal. Tetapi, semua keinginan pernikahannya itu tidak berhasil. Pada tahun kedua Zhenguan pada masa Dinasti Tang di bawah kekuasaan Taizong, dalam sebuah  perjalanan  wisata  ke  Chinghe, ia tinggal di hotel di selatan Kota Song. Seorang pelancong membawa seorang calon, putri Pang Fang, mantan pejabat pemerintah Chinghe. Pagi berikutnya, ia diundang menemui Keluarga Pan di depan Kuil Longxing, disebelah barat hotel. 

Karena tak sabar ingin menikah, keesokan harinya, Wei Gu bergegas pergi ke kuil. Bulan masih bersinar terang di langit ketika ia sampai di kuil. Ada seorang tua sedang duduk di undak-undakan, bersandar pada sebuah tas dan membaca buku di bawah sinar rembulan. 

Wei Gu sepintas melihat buku itu, tetapi tidak dapat mengenali tulisannya. Maka ia bertanya pada orang tua itu, “Buku apa yang sedang Anda baca, Tuan?” Sejak masa muda saya, saya telah banyak belajar berbagai tulisan yang berbeda, bahkan Sansekerta. Tetapi saya belum pernah menjumpai apa yang tertulis dalam buku itu. Tentang apa itu?”

Orang tua itu tersenyum dan menjawab, “Ini bukan buku dari dunia manusia. Bagaimana mungkin Anda telah melihatnya?”
Wei Gu bertanya, “Dari mana buku ini?”
Kata orang tua itu, “Ini datang dari akhirat”.
Kemudian Wei Gu bertanya, “Bagaimana seseorang dari akhirat datang kemari?” 
Orang tua itu menjawab, “Bukan begitu, seharusnya saya tidak di sini, tetapi Anda yang datang terlalu awal. Semua pegawai akhirat mempunyai hak hukum dan berhak mengatur hal-hal di dunia manusia. Kenapa kami tidak bisa di sini?”
Wei Gu bertanya, “Tolong beritahu saya, Anda bertanggung jawab pada apa?” 
Orang tua itu menjawab, “Perkawinan dalam dunia manusia”. 

Wei Gu menjadi senang dan berkata, “Orang tua saya meninggal ketika saya masih kecil. Saya ingin menikah lebih awal untuk menjamin kelangsungan keturunan agar tidak terputus. Tetapi, semua lamaran perkawinan saya selama lebih dari 10 tahun ini ditolak.”
“Seseorang mengatakan padaku tentang anak perempuan Pan. Itulah sebabnya saya berada di sini sekarang. Apakah menurut Anda pernikahan ini akan terlaksana?”

Orang tua itu menanggapinya, “Tidak. Perempuan yang akan Anda nikahi baru berumur tiga tahun. Ia akan menjadi istri Anda ketika ia  berumur 17 tahun.”
Wei Gu bertanya, “Apa yang ada dalam tas Anda?”
Orang tua itu menjawab, “Benang merah digunakan untuk mengikat kaki pasangan yang akan menikah.  Begitu mereka ditakdirkan untuk menikah dengan pasangannya, saya akan mengikat kaki mereka menjadi satu dengan benang merah ini.  Tak peduli mereka berdua bermusuhan, punya perbedaan yang sangat mencolok oleh kekayaan atau kemelaratan, atau terpisahkan oleh jarak yang jauh, selama benang merah ini terikat, mereka akan tetap bersama. Bila kaki Anda terikat dengan kakinya, mengapa mencari yang lainnya?”

Wei Gu bertanya, “Siapa istri saya? Dimana ia tinggal?”
Orang tua itu menjawab, “Perempuan itu dilahirkan dalam keluarga penjual sayuran, sebelah utara hotel.”
Wei Gu bertanya, “Boleh saya menemuinya?”
Orang tua itu menjawab, “Dia selalu bersama perempuan tua yang menjual sayuran. Ayolah, saya akan menunjukkannya kepada Anda.”

Mereka menunggu hingga matahari terbit, tetapi orang yang diharapkan Wei Gu di kuil tidak nongol pagi itu. Orang tua itu menutup bukunya dan mengambil tasnya. Wei Gu mengikuti orang tua itu ke pasar.

Di sana mereka melihat seorang perempuan tua yang buta sebelah matanya menggandeng bocah perempuan berumur tiga tahun. Keduanya nampak kotor dan buruk. Orang tua itu menunjuk pada gadis kecil itu dan berkata pada Wei Gu, “Itulah istri Anda”. 

Dengan marah Wei Gu bertanya, “Bisakah saya membunuhnya?” Orang tua itu menjawab, “Gadis itu ditakdirkan sangat kaya dan menikmati berkah hidupnya bersama Anda. Bagaimana Anda mau membunuhnya?” Kemudian orang tua itu menghilang.

Setelah pulang, Wei Gu mengasah sebilah pisau. Ia memberikan pisau itu pada pelayannya dan mengatakan, “Kamu selalu mengerjakan pekerjaanmu dengan baik. Bila kamu bisa membunuh gadis cilik itu, aku akan menghadiahimu 10.000 koin.” 

Pelayan itu janji akan mengerjakan keinginan Wei Gu. Ia pergi ke pasar menyembunyikan pisau di dalam lengan bajunya. Ia menunggu suasana ramai ketika banyak orang saling berdesakan. Ia menikam gadis cilik itu dan bergegas pergi.

Setelah pelayan itu kembali, Wei Gu bertanya, “Sudah kamu tikam dia?”
Pelayan itu menjawab, “Saya berusaha menikam jantungnya, tetapi meleset, dan mengenai kening, diantara kedua alis matanya.”

Wei Gu melanjutkan rencana pernikahannya dan gagal. 14 tahun berlalu, karena hubungan dengan almarhum ayahnya, ia ditawari sebuah pekerjaan pada Wang Tai, seorang petugas keamanan di Xiangzhou. Ia ditugaskan menginterogasi para tahanan. Wang Tai menikahkan Wei Gu dengan anak perempuannya karena ia sangat cakap dalam pekerjaannya. Istri Wei Gu berumur antara 16 hingga 17 tahun dan cantik. Wei Gu sangat senang. Tetapi, ia menemukan istrinya selalu memasang sebuah bunga tiruan kecil diantara kedua alis matanya dan tidak pernah melepasnya, bahkan saat mandi sekalipun.

Pada akhir tahun, ia bertanya pada isterinya mengapa ia selalu memasang bunga tiruan diantara kedua alis matanya. 

Isterinya menceritakan padanya sambil menangis, “Saya sebenarnya kemenakan perempuan Wang Tai, bukan anak perempuannya. Ayah saya adalah seorang kepala Kabupaten dan meninggal di kantor. Saat itu saya masih bayi. Ibu dan saudara laki-laki saya meninggal tak lama kemudian. Satu-satunya milik orang tua saya yang ditinggalkan untuk saya adalah sebuah rumah di selatan Kota Song. Saya tinggal di sana dengan pengasuh saya, Chen. Kami bertahan hidup dengan menjual sayuran. Chen merasa kasihan pada diri saya dan selalu mengasuh saya. Ketika saya berumur 3 tahun, Chen membawa saya ke pasar dimana seorang lelaki gila menikam saya, diantara kedua alis mata saya meninggalkan sebuah bekas luka, yang saya tutup dengan sebuah bunga tiruan. Sekitar 7 atau 8 tahun kemudian, paman saya datang ke Lulong, untuk menduduki sebuah jabatan. Ia mengangkat saya sebagai anak perempuannya dan saya pindah bersamanya, selanjutnya saya menikah dengan Anda.”

Wei Gu bertanya, “Apakah sebelah mata Chen buta?”
Istrinya menjawab, “Ya, bagaimana Anda tahu?”
Wei Gu mengaku, “Laki-laki gila itu saya yang menyuruhnya”. Kemudian ia menceritakan kisah selengkapnya kepada istrinya.
Setelah itu, pasangan itu menjadi semakin saling menyayangi. Selanjutnya mereka mempunyai seorang anak lelaki, bernama Wei Kun, yang menjadi gubernur Yanmen. Ibunya juga menerima penghargaan tinggi dari kerajaan karenanya.
Takdir tidak dapat diubah oleh manusia. Ketika walikota Kota Song belajar dari kejadian ini,  ia memberi nama hotel di sebelah barat Kuil Longxing itu “Hotel Pertunangan”. Sejak saat itu, para perantara acara pernikahan disebut sebagai “Laki-laki tua di bawah sinar Bulan”