Rabu, 19 Desember 2012
Kamis, 29 November 2012
Renungan #49 : Kisah Bayi yang Diculik

Pada zaman dahulu kala, di pegunungan Andes, Amerika selatan, hidup dua
suku yg saling bermusuhan. Suku Atas tinggal di atas gunung yg curam dan
Suku Bawah yg tinggal di kaki gunung.
Suatu hari Suku Atas menyerang perkampungan Suku Bawah dan menculik seorang bayi perempuan Suku Bawah. Setelah penyerangan selesai, Kepala Suku bawah memerintah 6 orang anak muda yg gagah berani untuk berupaya mengembalikan bayi perempuan itu.
Selama 3 hari 3 malam, para pemuda tersebut berusaha mencari jalan naik ke pemukiman Suku Atas namun usaha mereka sia-sia karena terjalnya pegunungan itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyerah, namun tiba-tiba mereka melihat seorang ibu menggendong bayi turun dari pegunungan yg terjal itu.
Para pemuda kaget melihatnya dan langsung bertanya. Bagaimana caranya Anda memanjat gunung yg terjal ini dan membawa pulang bayi itu sedangkan kami yg jauh lebih kuat daripada Anda tidak mampu melakukannya?
Raut muka wanita itu terlihat sangat tegar dan dengan emosi yg dalam ia menjawab, KARENA BAYI INI BUKAN BAYI ANDA.
Cerita sederhana itu menggambarkan bahwa jika seseorang mempunyai motif yg jelas dan besar, rintangan seberat apapun akan dihadapinya.
Suatu hari Suku Atas menyerang perkampungan Suku Bawah dan menculik seorang bayi perempuan Suku Bawah. Setelah penyerangan selesai, Kepala Suku bawah memerintah 6 orang anak muda yg gagah berani untuk berupaya mengembalikan bayi perempuan itu.
Selama 3 hari 3 malam, para pemuda tersebut berusaha mencari jalan naik ke pemukiman Suku Atas namun usaha mereka sia-sia karena terjalnya pegunungan itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyerah, namun tiba-tiba mereka melihat seorang ibu menggendong bayi turun dari pegunungan yg terjal itu.
Para pemuda kaget melihatnya dan langsung bertanya. Bagaimana caranya Anda memanjat gunung yg terjal ini dan membawa pulang bayi itu sedangkan kami yg jauh lebih kuat daripada Anda tidak mampu melakukannya?
Raut muka wanita itu terlihat sangat tegar dan dengan emosi yg dalam ia menjawab, KARENA BAYI INI BUKAN BAYI ANDA.
Cerita sederhana itu menggambarkan bahwa jika seseorang mempunyai motif yg jelas dan besar, rintangan seberat apapun akan dihadapinya.
Renungan #48 : Kisah Niccolo Paganini
Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenal di abad 19,
memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi ruangan. Dia bermain
biola dengan diiringi orkestra penuh.
Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain,mereka berdiri dan berteriak, "Hebat, hebat."
Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu. Dengan mata berbinar dia berteriak, "Peganini dengan satu senar." Dia menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan bagian akhir dari lagunya tersebut dengan indahnya. Penonton sangat terkejut dan kagum pada kejadian ini.
MAKNA: Hidup kita dipenuhi oleh persoalan, kekuatiran, kekecewaan dan semua hal yang tidak baik. Secara jujur, kita seringkali mencurahkan terlalu banyak waktu mengkonsentrasikan pada senar kita yang putus dan segala sesuatu yang kita tidak dapat ubah.
Apakah anda masih memikirkan senar-senar Anda yang putus dalam hidup Anda? Apakah senar terakhir nadanya tidak indah lagi? Jika demikian, saya ingin menganjurkan jangan melihat ke belakang, majulah terus, mainkan senar satu-satunya itu. Mungkinkanlah itu dengan indahnya.
Hidup itu indah...Nikmatilah.
Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain,mereka berdiri dan berteriak, "Hebat, hebat."
Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan bagian akhir dari lagunya itu. Dengan mata berbinar dia berteriak, "Peganini dengan satu senar." Dia menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan bagian akhir dari lagunya tersebut dengan indahnya. Penonton sangat terkejut dan kagum pada kejadian ini.
MAKNA: Hidup kita dipenuhi oleh persoalan, kekuatiran, kekecewaan dan semua hal yang tidak baik. Secara jujur, kita seringkali mencurahkan terlalu banyak waktu mengkonsentrasikan pada senar kita yang putus dan segala sesuatu yang kita tidak dapat ubah.
Apakah anda masih memikirkan senar-senar Anda yang putus dalam hidup Anda? Apakah senar terakhir nadanya tidak indah lagi? Jika demikian, saya ingin menganjurkan jangan melihat ke belakang, majulah terus, mainkan senar satu-satunya itu. Mungkinkanlah itu dengan indahnya.
Hidup itu indah...Nikmatilah.
Langganan:
Postingan (Atom)